Minggu, 13 Februari 2011

KU MOHON JANGAN PAKSA AKU



Pagi itu aku ayunkan langkahku dengan keyakinan penuh harapan. Mimpi dan sebuah keyakinan yang akan membawa aku kedalam dunia yang aku impikan selama ini bersamanya, aku tahu bahwa pagi tidaklah secerah dan seterang hatiku yang di penuhi harapan, yang kadang-kadang gerimis mengguyurku dalam langkahku, namun tetap kuyakinkan hati ini dan mengumpulkan segenap keberanian yang aku punya untuk sebuah mimpi-mimpiku bersamanya.
 Tiba-tiba dari sudut tempat aku berada terdengar
suara lembut yang menyapaku, yang setiap kali aku mendengarnya hatiku dan pikiranku kacau, bercampur aduk tidak karuan bagaikan campuran bumbu masakan yang di aduk menjadi satu dan tak tahu jadinya apa, mungkin juga bagaikan teori the big bang, namun perasaan ini bila di buatkan teori lebih sulit lagi untuk namanya ataupun  rumusannya.
” Hai ndu, kok diem aja, gi mikirin sapa nih? Pagi-pagi gini kok dah ngalamun aja bawaannya…” cetusnya kepadaku.
” ndak kok ray, aku gi mikirin gimana ya hasil lomba minggu depan bisa gak ya, kita?” jawabku dengan agak sedikit improvisasi, untuk menutupi apa yang sebenarnya aku pikirkan tentang dia.
 “ o, gi tu tow kirain gy mikirin aku..hehehehe” .
” yew pede amat, mikirin kamu itu bikin virus di otak aja kali”. jawabku dengan menahan rasa yang makin tak tentu setelah ia berkata yang nyaris aja bikin aku jujur sama dia, namun untung aku masih bias mengendalikannya.
” Eh, ayo masuk kelas mau bel masuk nih, ayo…” dia sambil menyeretku untuk ikut dengannya, dan akupun dengan menahan rasa yang makin tambah kacau saat bersamanya, akupun ikuti dia.
                                   
                                  

Kring-kring, bel pulang sekolahpun berbunyi, aku kuatkan langkahku, akupun membesarkan hatiku, aku besarkan rasa percaya diriku,degan segenap keberanian ku untuk mengatakannya padanya bahwa sudah empat athun ini aku menyimpannya, aku ingin mengatakannya kepadanya betapa pengecutnya diri ini untuk hal ini. Memang sejak kelas 2 SMP aku menyimpannya tak pernah ada keberanian padaku untuk mengungkapkannya kepada Rayya hanum larasati  sebuah nama yang membikin aku kacau luar dalam diri , aku selalu memaki diriku sendiri,hah apa-apaan ini. Namun hari ini aku harus mampu dan yakin untuk melakukannya karena bila rasa ini aku biarkan berlarut-larut maka akan selalu menggangu pikiranku dan hatiku. Maka dari itu hari ini  aku harus bisa mengungkapkannya bagaimanapun caranya.
“ ray…ray….kamu mau kemana?” tanyaku sambil mengejarnya yang sedang berjalan keluar kelas. “ yam au pulanglah, memangnya mau kemana lagi, ada apa nih? Mau traktir aku ya? Hehehehe”.  
“ ya kalau kamu mau, sambil ngobrol-ngobrol ya?”.
“oke, bos. Tapi ngomong-ngomong ada apa nih, kok tumben hari ini kan bukan ultahmu kan?”.
“ lagi ada rejeki aja, hitung-hitung sedekahlah”.
“hahahaha…kamu itu ada-ada saja, ayo”.

“ tapi kamu gi tidak ada acara kan?”
“ halah, kalau aku sih yang penting ada traktiran,urusan yang lain bisa ditunda”.
“ huh, dasar cewek matre hehehehe”.
“ biarin, kan dah kodratnya cewek..hehehehehe”.
“ayo, kita berangkat ntar takutnya kesorean pulangnya”.

akupun bersamanya berangkat mencari tempat tongkrongan yang enak buat ngobrol, yang tenaang nggak terlalu berisik dan nyaman buat ngobrol. Kahirnya aku mutusin buat ngajak dia di kafe tongkrongan teman-teman semasa SMP dulu, sambil mengingatkan kepada memori yang telah berlalu.

“ oh ya ray, kamu mau pesan apa?”
“ lho aku ya nurut aja, kan yang nraktir kamu”.
“ tapi, kamu pastinya punya pilihan sendiri kan?”.
“ nggak lah, aku nurut aja ndu.”
“okelah kalau begitu, mbak pesen ayam bakar dua porsi, minumnya jus apel aja ya”. Kataku kepada pelayan kafe yang sudah dari tadi berdiri di depanku sedari kami datang. Tak lama kemudian pelayan itu datang membawa peasan kami.
“wah, sedap banget, ndu”.
“ ya iyalah, hehehehehe.. dah cepetan dimakan ntar keburu dingin”.
“ jangan di perintahpun pastinya aku makan ndu, hehehehe”

Aku hanya tersenyum melihatnya bertingkah menggemaskan seperti itu, memang dia memilki daya tarik tersendiri di bandingkan wanita manapun yang pernah akau kenal. Dia berbeda dari wanita biasa, bagiku dia adalah sang penghibur yang dikirim tuhan kepadaku, karena dialah yang selama ini yang bisa membuatku tersenyum degan tulus dan mendalam.menikmati senyumnya jauh lebih indah nikmatnya di bandingkan kenikmatan disurga sekalipun, menikmati candanya jauh lebih menyenangkan dari pada kesenangan yang pernah ada di dunia ini, dan menikmati waktu bersamanya jauh lebih terasa sempurna dibandingkan dengan siapapun yang ada di dunia ini, betapa berharganya dia bagiku, dan akupun tak ingin hal ini hilang dariku.

“ wah kenyang banget ndu, rasane nggak kuat perutku. Hehehehee”.
“tapi enak kan ray?”
“ ya iyalah, kan gratisan hehehehe oh ya katanya mau ngobrol-ngobrol? Ngobrol apa sih? Jangan ngobrolin masalah lomba minggu depan ya, aku lagi males nih..”
“ ya..ya ray nggak masalah yang lain kok ray, ya mungkin agak sedikit penting”
“wah apa nih, jadi penasaran”.
Hatiku mulai tak karuan lagi mesti gimana aku saat ini. Aku Cuma terdiam dan membisu samabil menahan perasaanku yang kacau tak karuan, bingung mau berkata apa. Lidahku rasanya lemas tak berdaya untuk berkata-kata kepadanya.
“ndu…hai kok bengong aja, ayo ngomong dong katanya mau ngomong, gimana sih kamu ini.so confusing”.
“nggak…nggak ray, “
“maksudnya nggak gimana ndu?”
“nggak jadi, kapan-kapan aja ray.”
“ lho kok nggak jadi, memangnya kamu tadi mau ngobrol apa ndu?”
“nggak ray, gak ada yang mau aku omongin kok ray”.
“kamu boong ndu, kelihatan dari muka kamu, kalo kamu boong ndu…dan aku benci kalo di boongin sama seseorang ndu..”
“ndak ray, maafin aku ray..aku tak bisa”.
“kenapa ndu, apa memang sesulit itu ndu?”.
“nggak tahu ray, aku benar-benar gak tahu mesti gimana ray…”.
Aku meninggalkan raya dengan segala kebingunganku, dan perasaan pencundang ini kembali mengungkung aku lagi, dan selalu datang menghampiri, takut akan sebuah kegagalan dan penolakan darinya selalu membuatku takut dan takut lebih dalam lagi. Otak ini kembali buntu dan serasa tak ada darah yang mengalir dalam otakku.



Dan Pagi ini aku tak mau terbagun dan merasa aku inilah orang paling bodoh yang pernah diciptakan oleh tuhan. Persetan dengan hari ini, aku muak degan diriku. Ternyata diri ini sangatlah pengecut sekali, ternyata apa yang aku jalani hari-hari kaemarin tak merubah apapun kau tetaplah pecundang sejati yang kecil hatinya. Hari ini aku tak mau ketemu raya, karena sudah seminngu ini aku mbolos sekolah setelah kejadian itu, aku tak berani ketemu sama dia, walaupun dia setiap hari menelpon aku namun tak pernah aku jawab, perasaan ini telah benar-benar membuatku menjadi orang yang tak punya harga diri lagi. Namun saat aku mencoba bangkit dari tempat tidurku aku menemukan secarik kertas didepan pintu. Ternyata itu dari raya.


“ hai, sang penulis syair tarian  dunia ada apa denganmu ini?
Sudah seminggu kamu nggak masuk, apa karena aku telah memaksamu untuk
Bicara jujur yang tak kau sukai kemarin ya? Sungguh aku minta maaf kepadamu
jika itu memang benar, aku tak bermaksud untuk memaksamu bicara jujur jika aku tahu akhirnya begini, hai, kawan aku sungguh menyesalinya dan aku tak bisa memaafkan diriku bila kamu tak memaafkan aku. Oh ya sang penulis tarian dunia, jangan lupa besok kita ada lomba karya ilmiah, jangan samapi tidak dating, karena ini sangat penting bagi kita semua, kami tanpamu tidaklah ada apa-apanya. Kamulah inspirasi kami, ayo bangkitlah, berikanlah kami senyuman itu.oke? kami tunggu kamu besok datang ya.!!!”


           

Raya,

 Saat aku keluar rumah raya sedang menungguku diluar, dia ternyata membolos sekolah dan menungguku sampai aku keluar rumah, dia tersenyum, tetap dengan senyuman yang indah yang ia miliki sebuah senyuman yang selalu membuatku kacau tidak karuan.lalu aku menuliskan sesuatu kepadanya, dan datang kepadanya untuk memberikanya, setelah itu aku kembali kedalam rumahku.


“ wahai, kawan pelipur laraku maafkan aku karena sikapku seperti ini, aku tak marah padamu, aku hanya marah pada diriku sendiri, yang tak mampu berbuat apa-apa saat didepanmu, karena hati ini sangatlah pengecut sekali. Ya kawan pelipur laraku aku pasti datang besok , aku hanya butuh waktu saja untuk semua ini, terima kasih untuk semuanya”.

           
Sindu,

Tiba-tiba ada suara dari balik pintu.” Dasar bodoh, aku akan menunggumu sampai kamu bisa mengatakannya, kamu tahu itu kan?”. Saat aku buka pintu ia telah tidak ada. Hati ini makin tidak jelas arahnya, setelah ia mengatakan ha itu. Apa yang sebenarnya yang ia inginkan, aku tak pernah mengerti.

1 komentar: